Karamah Al Ghaust - Tiada Tuhan Selain Allah

Jumat, 01 Desember 2017

Karamah Al Ghaust

Abu Said Abdullah bin Muhammad At Tamimi pernah menceritakan sebagai berikut:

“Ketika aku masih muda, aku memasuki negeri Baghdad untuk menuntut ilmu. Pada saat itu aku bersahabat dengan Ibnu As Siqa’. Kami bersama-sama mengerjakan ibadah dan selalu menziarahi para wali dan orang-orang saleh lainnya. Pada saat itu di Baghdad ada seorang yang amat terkenal, beliau berkedudukan sebagai Al Ghauts, yang konon orang ini kadang-kadang nampak di keramaian tapi juga kadang-kadang bisa menghilang begitu saja tanpa ada seorang pun yang tahu kemana perginya.

Suatu saat, aku, Ibnu As Siqa dan juga Abdul Qadir Al Jailani bermaksud akan berkunjung kekediaman Al Ghaust tersebut. Ketika dalam perjalanan, As Siqa’ berkata, “Hari ini aku akan bertanya sesuatu  kepadanya tentang permasalahan yang menurutku tak akan bisa dijawab olehnya!”.

Aku{Abu Said Abdullah} juga berkata, “Aku juga akan bertanya tentang sesuatu, nanti akan kulihat apa dia sanggup menjawabnya atau tidak!”.

“Aku berlindung kepada Allah dari memberinya pertanyaan. Aku hanya mengharapkan berkah darinya”, kata Abdul Qadir.

Setelah lama dalam perjalanan akhirnya kami sampai juga di tempat Al Ghaust. Benar apa yang sering dikatakan oleh orang bahwa dia memang sulit ditemukan. Di rumahnya kami tak menemukannya, tetapi kami tetap masuk lalu duduk. Dan lagi-lagi benar apa yang dikatakan banyak orang bahwa kehadiran Al Ghaust pun misterius. Dan pada saat itu tanpa sepengetahuan kami dari mana datangnya, Al Ghaust tiba-tiba sudah berada di tengah-tengah kami.

Sejenak kami terdiam, Namun tiba-tiba Al Ghauts memandang Ibnu As Siqa’ dengan pandangan marah. Serta merta dia langsung berkata, “Rugilah engkau, hai Ibnu As Siqa’. Engkau akan menanyakan tentang sesuatu yang tidak akan pernah aku jawab, walaupun pertanyaan itu bisa aku jawab. Itu karena aku melihat api kufur terdapat dalam dirimu!”. Rupanya Al Ghaust tahu apa yang ada dalam benak Ibnu As Siqa’.

Sesaat kemudian, setelah berkata itu Al Ghaust lalu berkata kepadaku, “Hai Abdullah, engkau juga ingin bertanya kepadaku tentang suatu masalah. Pertanyaanmu itu jawabanya adalah… . dan engkau akan dikotori oleh dunia hingga sampai pada kedua kupingmu. Itu semua disebabkan oleh buruknnya adabmu!”.

Setelah itu Al Ghaust tiba-tiba mendekati Abdul Qadir, “Hai Abdul Qadir, engkau telah diberkahi oleh Allah sebab kemulyaan adabmu. Aku melihat bahwa di kota Baghdad ini engkau duduk diatas kursi mengajar banyak manusia. Akupun mendengar bahwa engaku kelak akan berkata bahwa telapak kakimu  berada diatas pundak para wali. Aku juga melihat bahwa kelak para wali merendahkan pundaknya untuk memulyakanmu!”.

Sekejab setelah berkata kepada Abdul Qadir Al Jailani, untuk sekian kalinya kami terheran-heran dengan keajaiban yang dimiliki Al Ghaust. Sekejab mata dia langsung menghilang tanpa kami ketahui kemana perginya.

Setelah peristiwa itu, dalam kurun waktu yang lama kami pun berpencar dan memilih jalan hidup masing-masing, dan pada saat itulah kami baru merasakan betapa ucapan Al Ghaust pada saat itu memang bukan sekedar omongan biasa, namun sepertinya beliau mampu membaca suratan takdir seseorang.

As Siqa’, sebagaimana yang dikatakan Al Ghaust sebagai seseorang yang terdapat api kufur dalam hatinya, dalam perjalanan hidupnya, semula ia menuntut ilmu dengan tekun. Ketekunan inilah yang menjadikan dia banyak mengusai pengetahuan dalam berbagai bidang. Namanya pun menjadi harum, terkenal sampai kemana-mana. Dia dikenal sebagai seorang intelektual yang pandai dalam hal berargumentsi dan berdebat. Dan nasib mujur pun menimpa dirinya, As Siqa’ diangkat oleh khalifah pada saat itu sebagai utusan yang bertugas untuk pergi ke negeri Rum.

Ternyata di negeri itu nama As Siqa’ sudah banyak di kenal oleh keluarga kerajaan. Dan untuk mengetahui sejauh kemampuan yang dimiliki As Siqa’, raja Rum mengumpulkan para ulama di negeri itu untuk mengadakan sebuah diskusi tentang suatu permasalahan. Diskusi dan debat tersebut dimenangkan oleh As Siqa’. Dengan kemenangan itu raja pun bertambah kagum terhadapnya.

Suatu saat, masih berada di negeri Rum, dengan tanpa disengaja As Siqa’ bertemu dengan anak raja negeri itu. Pertemuan pertama itu ternyata menyentuh hati As Siqa’. Ya, dia tidak bisa memungkiri bahwa dia telah jatuh cinta kepada anak raja yang memang sangat jelita itu. Dan sebagai seorang lelaki yang jantan, As Siqa’ pun selanjutnya mencoba untuk melamar anak raja tersebut. Raja Rum setuju, namun masih dengan satu syarat, bahwa dia harus memeluk agama Nasrani. As Siqa’ bingung, antara memilih agama dengan wanita pujaannya. Mana yang berat dalam hatinya, agama atau pujaan hati?. Jika dia memilih wanita itu berarti dia harus melepaskan agama Islam yang sejak kecil sudah dia anut. Namun jika dia tetap bertahan dengan agamanya, dia harus kehilangan wanita yang amat sangat dicintai. Lalu manakah yang harus dipilih?.

Diluar dugaan siapapun, ternyata As Siqa’ memilih melepaskan agamanya demi wanita yang dia cintai. Dia meninggalkan Islam dan lebih memilih seorang wanita yang menjadi pujaan hatinya. As Siqa’ menjadi murtad, keluar dari Islam, dan kini dia telah menjadi seorang yang kufur. Ternyata benar apa yang beberapa tahun yang lalu dikatan oleh Al Ghaust, bahwa ada api kufur yang menyala-nyala dalam hatinya.

Lalu bagaimanakah dengan cerita dua orang lainnya?.

Abdullah selanjutnya bercerita, “Aku berangkat ke negeri Damaskus, dan setelah sampai disana aku dipanggil oleh Sultan Nuruddin As Syahid. Maksud dari pemanggilan itu ternyata aku diserahi untuk mengurusi masalah harta waqaf sewilayah Damaskus. Jabatan ini tentu membuat aku sangat disibukan oleh tugas-tugas yang harus terselesaikan. Setiap hari yang aku urus adalah masalah-masalah keduniaan. Pada saat itulah aku baru teringat akan ucapan Al Ghaust beberapa tahun silam, bahwa kelak aku akan dikotori oleh masalah-masalah dunia hingga sampai pada kedua kupingku”.

Dan adapun mengenai Abdul Qadir Al Jailani yang oleh Al Ghaust dikatakan sebagai pemimpin para wali, maka prediksi tersebut ternyata benar. Diakui atau tidak bahwa Abdul Qadir Al Jailani memang memiliki kelebihan dibanding dengan para wali-wali lainnya.
Silahkan beri komentar atau saran tentang topik menggunakan kata yang bijak dan utamakan kesopanan. Terimakasih telah berkunjung serta membaca artikel yang ada di blog ini.